Sejarah Provinsi Banten: Dari Kerajaan Hingga Pemekaran

Daftar Isi
Sejarah Provinsi Banten: Dari Kerajaan Hingga Pemekaran

BLOG FOKUS - Provinsi Banten adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di ujung barat Pulau Jawa. Provinsi ini memiliki luas wilayah 8.651,20 km2 dan jumlah penduduk sekitar 12,5 juta jiwa. Ibu kota provinsi ini adalah Serang, sedangkan kota terbesarnya adalah Tangerang. Provinsi Banten memiliki potensi wisata, budaya, dan ekonomi yang cukup besar, namun juga menghadapi berbagai tantangan dalam pembangunan.

Provinsi Banten merupakan hasil pemekaran dari wilayah Provinsi Jawa Barat pada tahun 2000. Dasar hukum berdirinya provinsi ini tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2000. Namun, sebelum menjadi provinsi tersendiri, Banten memiliki sejarah yang panjang dan menarik, mulai dari masa kerajaan hingga masa kolonial.

Sejarah Banten pada Masa Kerajaan

Banten pada masa lalu bernama Bantam, dan pada abad ke-5 menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Tarumanegara. Setelah Tarumanegara runtuh, wilayah Banten diambil alih oleh Kerajaan Sunda. Pada masa itu, Banten yang memiliki posisi strategis dari segi jalur perdagangan, menjadi salah satu pelabuhan penting di nusantara.

Memasuki abad ke-16, bangsa Portugis mulai memperluas pengaruhnya ke tanah Jawa. Aliansi Kesultanan Demak dan Cirebon tidak mau membiarkan hal itu terjadi, sehingga melakukan penyerangan untuk menaklukkan Pelabuhan Sunda Kelapa dan Banten sebelum berhasil diduduki Portugis. Setelah dikuasai, Banten dijadikan sebuah kesultanan dengan Maulana Hasanuddin, putra Sunan Gunung Jati, sebagai raja pertamanya.

Banten kemudian mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1631-1692). Sultan Ageng Tirtayasa dikenal sebagai raja yang bijaksana, berani, dan visioner. Ia berhasil membangun kerajaan yang kuat dan mandiri, serta menjalin hubungan dagang dengan berbagai negara asing, seperti Inggris, Belanda, Perancis, Cina, Arab Saudi, dan Turki.

Sultan Ageng Tirtayasa juga berperan besar dalam penyebaran agama Islam di tanah Jawa dan sekitarnya. Ia mendirikan Masjid Agung Banten yang menjadi pusat kegiatan keagamaan dan pendidikan. Ia juga mengirimkan utusan-utusan ke Aceh, Minangkabau, Palembang, Mataram, Makassar, dan Maluku untuk menyampaikan ajaran Islam.

Namun, kejayaan Banten tidak berlangsung lama. Pada tahun 1680-an, terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh putra Sultan Ageng Tirtayasa sendiri, yaitu Sultan Haji atau Sultan Abdul Kahar. Pemberontakan ini didukung oleh Kompeni Belanda (VOC) yang ingin menguasai perdagangan rempah-rempah di nusantara. Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya dikalahkan dan ditawan oleh VOC pada tahun 1683.

Sultan Haji kemudian menggantikan ayahnya sebagai raja Banten. Namun, ia tidak mampu mempertahankan kemerdekaan kerajaannya dari campur tangan VOC. Ia bahkan harus menyerahkan sebagian wilayahnya kepada VOC sebagai ganti pembebasan ayahnya. VOC juga mendirikan benteng-benteng di sekitar pelabuhan Banten untuk mengawasi aktivitas dagang.

Kesultanan Banten semakin melemah dan terpuruk pada masa pemerintahan Sultan Syaifuddin (1723-1750). Ia dikenal sebagai raja yang lemah, korup, dan bergantung pada VOC. Ia juga terlibat dalam perselisihan dengan saudara-saudaranya yang ingin merebut tahta. Pada tahun 1750, ia dibunuh oleh salah satu saudaranya, yaitu Pangeran Arya Wiradana.

Pangeran Arya Wiradana kemudian menjadi raja Banten dengan gelar Sultan Muhammad Syafiuddin (1750-1762). Ia berusaha untuk memulihkan kejayaan Banten dengan mengadakan perlawanan terhadap VOC. Namun, ia tidak berhasil dan akhirnya tewas dalam pertempuran pada tahun 1762.

Setelah kematian Sultan Muhammad Syafiuddin, VOC semakin mengintervensi urusan dalam negeri Banten. VOC bahkan menunjuk raja-raja boneka yang tunduk pada kepentingan mereka. Salah satu contohnya adalah Sultan Muhammad Aliyuddin (1808-1813) yang menyerahkan kedaulatan Banten kepada VOC pada tahun 1808.

Kesultanan Banten akhirnya bubar pada tahun 1813, ketika Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels menghapuskan jabatan sultan dan menggabungkan wilayah Banten ke dalam pemerintahan kolonial Belanda.

Sejarah Banten pada Masa Kolonial

Banten pada masa kolonial menjadi salah satu daerah yang penting bagi Belanda. Banten memiliki pelabuhan yang strategis untuk jalur perdagangan dan komunikasi antara Eropa dan Asia. Banten juga memiliki sumber daya alam yang melimpah, seperti lada, kopi, tebu, dan kayu.

Belanda membangun berbagai infrastruktur di Banten untuk mendukung kegiatan ekonomi mereka. Salah satu proyek monumental yang dilakukan oleh Belanda adalah pembangunan jalan raya trans Jawa dari Anyer di Banten hingga Panarukan di Jawa Timur. Proyek ini dimulai oleh Daendels pada tahun 1808 dan diselesaikan oleh Thomas Stamford Raffles pada tahun 1811.

Belanda juga membangun benteng-benteng di sekitar pelabuhan Banten untuk melindungi kepentingan mereka dari serangan musuh. Beberapa benteng yang masih bisa dilihat hingga kini adalah Benteng Speelwijk, Benteng Kaapstad, Benteng Hollandia, dan Benteng Marlborough.

Selain itu, Belanda juga membangun beberapa gedung pemerintahan, gereja, rumah sakit, sekolah, dan rumah tinggal di Banten. Beberapa bangunan kolonial yang masih berdiri hingga kini adalah Gedung Pendopo Gubernur, Gereja Protestan Serang, Rumah Sakit Umum Serang, Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Serang, dan Rumah Dinas Gubernur.

Namun, keberadaan Belanda di Banten tidak selalu diterima dengan baik oleh masyarakat setempat. Banyak perlawanan dan pemberontakan yang terjadi di Banten selama masa kolonial. Beberapa tokoh pejuang yang berasal dari Banten adalah Kyai Hasan Besari, Pangeran Dipati Anom, Pangeran Antasari, Pangeran Jayakarta, Ki Sana, Ki Buyut Trusmi, dan lain-lain.

Salah satu peristiwa penting dalam sejarah perjuangan Banten adalah Pertempuran Pasir Putih pada tahun 1888. Pertempuran ini terjadi antara pasukan Belanda yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Van der Wijck dengan pasukan rakyat Banten yang dipimpin oleh Kyai Hasan Besari. Pertempuran ini berlangsung selama tiga hari dan mengakibatkan banyak korban jiwa dari kedua belah pihak. Kyai Hasan Besari gugur sebagai syuhada dalam pertempuran ini.

Sejarah Banten pada Masa Kemerdekaan

Banten pada masa kemerdekaan menjadi bagian dari Provinsi Jawa Barat. Pada awalnya, Provinsi Jawa Barat terdiri dari 16 kabupaten dan 4 kotapraja.

Namun, seiring dengan perkembangan zaman, wilayah Banten mengalami perubahan administratif yang cukup signifikan. Beberapa kabupaten dan kota yang awalnya termasuk dalam Provinsi Jawa Barat, kemudian memisahkan diri dan membentuk Provinsi Banten pada tahun 2000. Berikut ini adalah daftar kabupaten dan kota yang menjadi bagian dari Provinsi Banten:

  • Kabupaten Lebak
  • Kabupaten Pandeglang
  • Kabupaten Serang
  • Kabupaten Tangerang
  • Kota Cilegon
  • Kota Serang
  • Kota Tangerang
  • Kota Tangerang Selatan

Pembentukan Provinsi Banten didasarkan pada aspirasi masyarakat setempat yang merasa kurang mendapatkan perhatian dan pelayanan dari pemerintah pusat dan provinsi induk. Masyarakat Banten juga ingin melestarikan identitas budaya dan sejarah mereka yang berbeda dari Jawa Barat. Selain itu, pembentukan Provinsi Banten juga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan pembangunan di wilayah tersebut.

Sejarah Pembentukan Provinsi Banten

Proses pembentukan Provinsi Banten tidaklah mudah dan singkat. Ide untuk memisahkan diri dari Jawa Barat sudah muncul sejak tahun 1950-an, namun baru terealisasi pada tahun 2000. Berikut ini adalah rangkuman singkat tentang sejarah pembentukan Provinsi Banten:

  • Tahun 1957: Terbentuknya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tingkat II Banten yang meliputi wilayah Kabupaten Lebak, Pandeglang, Serang, dan Tangerang.
  • Tahun 1960: Terbitnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1960 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Jawa Barat, Daerah Tingkat I Jawa Tengah, dan Daerah Tingkat I Jawa Timur. Undang-undang ini menetapkan bahwa wilayah Banten masuk ke dalam Daerah Tingkat I Jawa Barat.
  • Tahun 1974: Terbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Undang-undang ini mengubah istilah Daerah Tingkat I menjadi Provinsi, dan Daerah Tingkat II menjadi Kabupaten/Kotamadya.
  • Tahun 1983: Terbentuknya Forum Komunikasi Masyarakat Banten (FKMB) yang merupakan wadah aspirasi masyarakat Banten untuk memperjuangkan pemekaran provinsi.
  • Tahun 1999: Terbitnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang ini memberikan kewenangan lebih besar kepada daerah untuk mengurus urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan.
  • Tahun 2000: Terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten. Undang-undang ini menetapkan bahwa Provinsi Banten terdiri dari delapan kabupaten/kota, yaitu Lebak, Pandeglang, Serang, Tangerang, Cilegon, Serang Kota, Tangerang Kota, dan Tangerang Selatan Kota.
  • Tahun 2001: Dilaksanakannya pemilihan kepala daerah pertama di Provinsi Banten. Hasilnya, Djoko Munandar terpilih sebagai Gubernur Banten periode 2001-2006.

Kesimpulan

Provinsi Banten adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki sejarah yang panjang dan menarik. Sejarah Provinsi Banten dapat dibagi menjadi empat bagian besar, yaitu:

  • Sejarah Banten pada Masa Kerajaan, yang dimulai dari masa Kerajaan Tarumanegara hingga bubar pada masa VOC.
  • Sejarah Banten pada Masa Kolonial, yang ditandai dengan kehadiran Belanda dan perlawanan rakyat Banten.
  • Sejarah Banten pada Masa Kemerdekaan, yang menjadi bagian dari Provinsi Jawa Barat hingga akhirnya memisahkan diri pada tahun 2000.
  • Sejarah Pembentukan Provinsi Banten, yang melalui proses panjang dan rumit hingga terwujud pada tahun 2000.

Provinsi Banten memiliki potensi yang besar untuk berkembang dan maju, namun juga menghadapi berbagai tantangan dan masalah. Oleh karena itu, perlu adanya kerjasama dan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan berbagai pihak lainnya untuk membangun Provinsi Banten yang lebih baik.

FAQ

Apa saja objek wisata yang ada di Provinsi Banten?

Provinsi Banten memiliki banyak objek wisata yang menarik dan beragam, baik alam, budaya, maupun sejarah. Beberapa contoh objek wisata yang ada di Provinsi Banten adalah:

  • Pantai Anyer, Pantai Carita, Pantai Tanjung Lesung, dan Pulau Umang yang menawarkan keindahan pantai dan laut.
  • Taman Nasional Ujung Kulon, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang menawarkan kekayaan flora dan fauna.
  • Masjid Agung Banten, Keraton Surosowan, Keraton Kaibon, dan Makam Sultan Banten yang menawarkan nilai sejarah dan budaya.
  • Monumen Krakatau, Monumen Pasir Putih, dan Monumen Perjuangan Rakyat Banten yang menawarkan nilai perjuangan dan patriotisme.

Apa saja produk unggulan yang ada di Provinsi Banten?

Provinsi Banten memiliki beberapa produk unggulan yang menjadi ciri khas dan kebanggaan daerah. Beberapa contoh produk unggulan yang ada di Provinsi Banten adalah:

  • Lada putih, yang merupakan rempah-rempah yang berkualitas tinggi dan menjadi komoditas ekspor utama Provinsi Banten.
  • Kerajinan bambu, rotan, dan anyaman, yang merupakan hasil kreativitas dan keterampilan masyarakat Banten dalam mengolah bahan alam menjadi barang-barang bernilai seni.
  • Kain baduy, kain tenun ikat cibedug, dan kain batik banten, yang merupakan hasil budaya dan tradisi masyarakat Banten dalam memproduksi kain-kain cantik dan berkarakter.
  • Debus, rudad, dogdog lojor, dan rampak bedug, yang merupakan seni pertunjukan yang menggabungkan unsur keagamaan, kesenian, dan keberanian.

Bagaimana cara mencapai Provinsi Banten?

Provinsi Banten dapat dicapai dengan berbagai moda transportasi, baik darat, laut, maupun udara. Berikut ini adalah beberapa cara mencapai Provinsi Banten:

  • Dengan transportasi darat, seperti bus, kereta api, mobil pribadi, atau sepeda motor. Jalur utama yang menghubungkan Provinsi Banten dengan daerah lain adalah Jalan Tol Jakarta-Merak dan Jalan Raya Trans Jawa.
  • Dengan transportasi laut, seperti kapal feri atau speed boat. Pelabuhan utama yang ada di Provinsi Banten adalah Pelabuhan Merak dan Pelabuhan Karangantu. Dari pelabuhan ini, dapat dilanjutkan dengan transportasi darat atau laut lainnya untuk menuju destinasi tertentu.
  • Dengan transportasi udara, seperti pesawat terbang atau helikopter. Bandara utama yang ada di Provinsi Banten adalah Bandara Internasional Soekarno-Hatta dan Bandara Internasional Kertajati. Dari bandara ini, dapat dilanjutkan dengan transportasi darat atau udara lainnya untuk menuju destinasi tertentu.
Baca juga: